1.
Tim pengambil sampah tidak memiliki otoitas untuk mendorong penerapan peraturan
Kebanyakan masyarakat tidak memiliki kesadaran akan pentingnya pemisahan sampah organik dan non-organik. Sampah yang tercampur akan cepat terkontaminasi dengan adanya emisi metan serta toksik dan menjadi lebih sulit untuk diolah.
2.
Sistem sentralisasi tidak efisien
Truk pengambil sampah biasanya diisi sampai penuh dan setelah itu sampah yang telah diangkut akan dibawa ke TPA. Sedangkan antrian di TPA bisa berjam-jam. Selain itu komposisi sampah yang dibawa ke TPA biasanya mayoritas adalah material organik yang sebenarnya bisa diolah di masing-masing desa
3.
Limpahan material di TPA
Mencampur material di rumah dan di bisnis area akan menyulitkan penanganan sampah setelah dikirim di TPA. Lebih dari 1000 truk yang mengangkut sampah akan dibuang ke TPA setiap harinya di Bali, dimana TPA sendiri sebetulnya kapasitasnya sudah penuh.
4.
Pekerja di TPA tidak memiliki status legal dan dibayar dibawah UMR
Dengan adanya manajer fasilitas serta manajer komunitas yang baru akan menginspirasi publik dan membimbing masyarakat untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah dan material yang baru. Hal ini juga akan menunjang pekerja di TPA untuk mendapatkan upah yang layak dan mengembangkan pengetahuan.
5.
Kapasitas berlebih mengakibatkan pembuangan sampah liar dan pembakaran sampah
Indonesia merupakan negara terbesar kedua yag menghasilkan ribuan ton plastik di lautan setiap tahunnya. Hal ini diakibatkan karena tidak adanya penerapan untuk pemisahan sampah di masyarakat sehingga berdampak pada pembuangan sampah ilegal karena sampah yang ditampung di TPA telah melebihi batas
6.
Pemerintah tidak dapat mempertahankan solusi dengan teknologi canggih
Insinerator berteknologi tinggi serta mesin “pyrolisis” membutuhkan biaya perawatan yang besar dimana akan dibebankan kepada pemerintah bukan investor. Mengurangi biaya pengeluaran untuk perawatan akan mengakibatkan tidak effisiennya proses pengelolaan suatu sisten sehingga dapat gagal dalam investasi and penyalahgunaan dalam pengalokasian dana infrastruktur