• Menu
    • Beranda
    • Masalah
    • Solusi
    • Karir
    • DONASI
    • English
    • Bahasa Indonesia
  • Beranda
  • Masalah
  • Solusi
  • Karir
  • DONASI
  • Bahasa Indonesia
    • English

Merah Putih Hijau dan Pendekatan Ekonomi Sirkularnya

mphadmin
April 23, 2021
Lingkungan, Pendidikan

Rasa keprihatinan terhadap permasalahan sampah di Bali membuat Merah Putih Hijau (MPH) lahir. Gerakan MPH diiniasiasi pertama kali oleh Sean Nino Lotze dan beberapa tokoh pendukung lainnya pada tahun 2016. MPH sendiri merupakan program dari Yayasan Bumi Sasmaya.

Tim MPH menyadari bahwa komponen sampah yang mendominasi timbunan sampah di Indonesia, termasuk Bali, adalah material organik. Material tersebut seharusnya dapat dikelola dengan baik dari sumbernya. Namun, nyatanya sebagian besar masyarakat justru membuang material tersebut ke TPA dan menyebabkan penuhnya kapasitas TPA. Padahal, bagi MPH, Bali memiliki tanah yang sangat luas dan memerlukan kompos yang banyak untuk mengembalikan kesuburan tanahnya.

Tim MPH lalu mencoba menawarkan pendekatan holistik untuk pengelolaan material dan sampah berdasarkan pada proses rantai penguraian material serta mengubah cara pandang masyarakat terhadap nilai yang terkandung dalam sampah itu sendiri. Maka dari itu, pemisahan material berdasar jenis dari sumbernya begitu penting untuk dilakukan agar material organik dapat digunakan sebagai kompos, dan material anorganik dapat bernilai jual.

Makna dari Merah Putih Hijau

Istilah MPH sendiri merujuk pada kode warna yang digunakan di tiap tempat sampah untuk material-material yang dapat didaur-ulang. Merah Putih dikatagorikan sebagai material anorganik, sedangkan Hijau adalah material organik. Selain itu, makna dari Merah Putih Hijau dapat diartikan pula sebagai gerakan untuk membangun Indonesia Lestari yang mengidentifikasikan bahwa alam Indonesia harus dijaga dan dapat terbebas dari sampah. 

Pada 2016, gerakan ini pertama kali diperkenalkan di Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Badung. Desa Pererenan dipilih lantaran telah memiliki tokoh penggerak yang juga menjadi pemerhati lingkungan, atau juga biasa disebut MPH sebagai eco-champion, yakni Putu Eka Winangun. Ia kemudian menjadi tokoh yang menggerakan program MPH di Desa Pererenan. Proyek percontohan di Desa Pererenan menjadi tempat tim MPH belajar untuk dapat membangun sistem yang lebih berkelanjutan bagi desa-desa lain yang kini didampinginya.

Pages: 1 2 3
Tags: Bali circulareconomy desa taro ekonomisirkular merah putih hijau wastemanagement
Previous Story
Mencari Akar dan Solusi Masalah Sampah
Next Story
Desa Taro: Sukses Kelola Sampah dengan Kolaborasi

Related Articles

Kerjasama Pemerintah Provinsi Bali dan Yayasan Bumi Sasmaya Wujudkan Desa Kerthi Bali Sejahtera

Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH)...

Peningkatan SDM Pengelolaan Sampah Harus Sejalan dengan Pembangunan TPS 3R

Dua puluh tujuh Desa di Kabupaten Gianyar mendapatkan Dana Alokasi...